Blogger Jateng

Cerpen: Semakin Tua | Harian Pelajar

 

Gambar dari Pixabay 

harianpelajar.or.id - Ku awali tulisan ini dengan sepenggal Syair dari nosstress, "Indah itu Tak selalu ada, senang itu sementara."

Hidup ini menyapa dengan cepat saja. Tiba-tiba sudah segede ini pikirnya. Kesemrawutan, kerumitan hidup, juga lika liku jalan yang bercabang. Seorang pemuda tertampar oleh sebuah kenyataan, begitu cepatnya waktu ini berjalan. 

Menjalani dua dekade usia barangkali sekejap mata, dan segelas air mineral yang diteguk sesaat. Kaki masih belumlah mengayuh terlalu jauh, tapi pikirnya sudah terlampau jauh menghakimi masa depan. 

'Mau jadi apa kita ini kalau begini-begini saja" ucap pemuda yang sedang capek itu. Selangkah lebih tepat untuk menyadari waktu yang terbuang-buang. Selangkah lebih maju menyadari kalau sejauh ini masih belum sampai mendaki puncak tertinggi, masih susah payah menerabas semak belukar. 

Beranjak dari kampung halaman, berpamitan kepada ibu bapak, menangisi masa kecil yang tak akan kembali. Berharap menaklukkan hidup di luar negerinya. Lalu tiba-tiba keadaan susah payah menabrak, "bu, anakmu masih terlalu rapuh." 

Dulu kepengen sesekali menjadi dewasa, terobsesi dengan mobil Avanza dan motor Ninja. Berseragam dinas lalu beli makan sesuka-suka. Eh, ternyata jejak masih dua hasta jaraknya. Begitu susahnya tak menyusahkan saudara ataupun keluarga. 

Pergi ke kampus pun, tak dapat apa-apa selain senyum-senyum palsu. Yang di tebar kian kemari, kemudian setelah lewat beberapa menit, digunjingi pula. Kemunafikan yang sopan. 

Tinta pulpen masih tebal. Kertas kosong juga masih banyak yang tak terisi. Bukan kah kita ini adalah "Tabula rasa," yang mengisi kekosongan jagad raya lalu kembali pada sebuah hakikat?

Sederet ungkapan ini masih belumlah apa-apa. Meskipun terkahir pribumi, tapi tak seberuntung nasibnya minke yang ada dalam buku Bumi manusia. 

Sekolah yah sekolah, tapi minke menulis keresahannya dan bisa bercinta dengan pujaan hatinya. 

Sedang kini. Menghabisi waktu untuk mengikuti suasana hati, lebih banyak semau-mau. Masih suka berimajinasi dengan pikiran sendiri. Kemudian kenyataan yang baru datang, ubannya mulai tumbuh satu persatu.



Post a Comment for "Cerpen: Semakin Tua"